Koalisi Indonesia
Maju Usung Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan di Pilkada Jawa Barat 2024
Provinsi Jawa Barat dengan pemilih yang cukup
besar ini menjadi sangat menarik. Pasalnya, pasca pindahnya Ridwan Kamil untuk berlaga
di Jakarta, Jawa Barat sontak tak memiliki tokoh yang
elektabilitasnya mumpuni. Inilah yang kemudian membuat Koalisi
Indonesia Maju begitu percaya diri mengusung Dedi Mulyadi, mantan Bupati Purwakarta dan kini anggota
DPR dari Gerindra, dengan wakilnya Erwan Setiawan, mantan Wakil Bupati Sumedang. Di sisi lain, PKS dan Nasdem yang awalnya setia mendukung
Dedi Mulyadi, pasca putusan MK memutuskan pisah jalan dan
mengusung pasangan Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie.
Kontestasi Pilgub Jawa Barat bukan hal baru bagi
Ahmad Syaikhu yang pernah maju sebagai calon Wakil Gubernur Jawa Barat. Langkah PKS dan Nasdem diikuti PKB yang
memutuskan mengusung kadernya, Acep Adang Ruhiat dan Gitalis Dwi Natarina , untuk menjadi penantang Dedi Mulyadi dan
Erwan Setiawan. Acep memiliki latar belakang pesantren dan
dianggap saling mengimbangi dengan Gita yang memiliki latar belakang musisi
dangdut. Kutipan dari Tim TV ONE mengabarkan, pertanyaan yang kemudian muncul adalah siapa
sebenarnya yang paling kuat di Pilgub Jawa Barat.
Ada empat paslon yang sudah berkontestasi saat ini. Dalam wawancara dengan Bawono Kuboro, yang merupakan Peneliti Senior Indikator
Politik Indonesia. Jaraknya juga jauh dengan yang lainnya
hingga 70% lebih. Artinya, dari survei yang dilakukan, banyak yang memilih Dedi Mulyadi.
Jadi, survei yang kami lakukan periode 2 sampai 8
September ini merupakan survei pertama yang kami lakukan setelah proses
pendaftaran pasangan calon di KPU berlangsung. Di temuan survei kami bulan September ini, pasca pendaftaran pasangan calon di KPU, ada peningkatan elektabilitas yang sangat signifikan
dari Dedi Mulyadi. Ketika disimulasikan tertutup empat nama di
antara empat bakal cagub lain, seperti yang Mbak Sira sampaikan, itu 70%. Lebih lanjut Bawono Kuboro mengatakan ini
disebabkan oleh popularitas Pak Dedi Mulyadi yang memang sudah sangat tinggi.
Sementara nama-nama lain seperti Ahmad Saiku, Ilham Habibi, JJ Wiradinata, Ronal Surapraja, dan Aceng Apauh, popularitasnya belum mencapai seperempat
warga Jawa Barat yang mengenal mereka. Kalau kita ingin kandidat itu dipilih, tentu harus memperluas orang yang mengenal, kemudian disukai, baru kemudian dipilih. Bagaimana mereka berkejaran dengan waktu
yang sangat singkat, sekitar 60 hari menjelang hari pemilihan, untuk meningkatkan popularitas masing-masing. Idealnya, dari pengalaman survei selama ini, tidak ada kandidat yang bisa terpilih
sebagai pemenang di Pilkada kalau popularitasnya belum menyentuh angka 70%.
Kalau kita melihat top of mind, ini kan simulasi yang diberikan kepada
pemilih atau warga Jawa Barat tanpa menyebutkan nama. Itu 40% sekian ke Kang Dedi, tapi 50% menyebutkan bahwa belum tahu siapa
saja yang akan berlaga. Memang kecenderungannya adalah pemilih yang
menjawab «tidak tahu» atau «tidak jawab» itu besar karena kesulitan untuk
menyebut nama secara spontan. Namun, ketika disimulasikan secara tertutup dengan
empat nama calon gubernur maupun empat pasangan cagub dan calon wakil gubernur , ada peningkatan yang sangat tinggi dari Dedi
Mulyadi dan pasangan Erwan Setiawan, mencapai angka 70%.
Prof, mengatakan Ini ada dua hal yang perlu
digarisbawahi. Dalam 4 bulan terakhir, dia mengadvokasi kasus Bina dan banyak
kasus-kasus yang kemudian diekspos di warga Jawa Barat. Yang ketiga, seperti yang disampaikan Mas Bawono, pengaruh RK hijrah ini menjadi salah satu
poin penting kenapa Kang Dedi unggul jauh. Artinya, 77% ini bisa menjadi salah satu perdebatan
serius karena menyangkut soal tadi, ada hampir 60% top pemain yang belum
menentukan pilihan.
Poin pertama, partai politik ini ada lebih dari 14 partai
yang menjadi salah satu basis awal. Tapi jangan lupa, pilkada bukan hanya soal partai, tapi juga figur yang menjadi salah satu poin
penting. Yang ketiga, Jabar ini agak unik karena trennya tidak
mengikuti Jakarta. Apa yang terjadi di Jakarta di tingkat
nasional belum tentu terjadi di Jawa Barat.
Oleh karena itu, saya melihat bahwa kandidat lain, seperti Ahmad Syaikhu, memiliki peluang yang baik. Memang Juga salah satu yang kemudian saya
kira perlu dilihat. Kalau Kang dedi kemudian Kiai Ruhiat, saya kira dengan basis yang ada kita bisa
lihat misalnya ada enam basis politik. Nah, ini yang saya kira menjadi salah satu yang
penting untuk dilihat apakah bisa memberikan stimulasi kemenangan lain di luar
yang sudah dihasilkan tadi.
